Ekpedisi Bungin
Tanggal 31
januari 2016 lembaran baru berisi cerita ekspedisi pulau bungin dimulai. Cerita
ini bermula dari sebelas anggota FOKUS sebut saja mereka tim Kesebelasan Fokus
yang beranggotakan Gata, Dwi, Herman, Akbar, Tasya, Sadikin, Sukran, Idham,
Adi, Cebong dan Dwi C.
Tim
Kesebelasan Fokus sebelum keberangkatan
Pagi
itu sekitar pukul 05.16 WITA kami berangkat dari Sekret menuju Pelabuhan
Kayangan dengan menggunakan sepeda motor. Waktu yang kami butuhkan untuk sampai
disana kira-kira 1 jam 40 menit dan sesampainya disana kami bersantai sejenak
sembari menunggu waktu keberangkatan yaitu pada pukul 07.32 WITA. Waktu yang diperlukan untuk sampai ke pelabuhan Pototano sekitar 1 ½ jam, kalau dihitung-hitung lumayan deketlah kalau dibandingkan dengan perjalanan menuju Bali. Sesampainya disana kami langsung menuju ke kediaman salah satu
anggota FOKUS yang berjarak 2 km dari
pelabuhan. Disana kami beristirahat sembari menunggu anggota lain dan
mempersiapkan peralatan untuk di Pulau Bungin nantinya. Pukul 17.28 WITA kami
melanjutkan perjalanan menuju Bungin yang berjarak sekitar
40 km dari lokasi peristirahatan kami.
PULAU BUNGIN (Muhammad Hermansyah) - Pulau yang terletak di Kec.
Alas Sumbawa. Pulau yang sangat unik karena terbentuk dari tumpukan batu karang yang telah
mati dan terkenal dengan
pulau
terpadat di dunia.
Sesampainya disana hari sudah mulai gelap dan kami pun langsung menuju
Museum Nelayan untuk bertemu salah
satu pengurus museum yaitu Bang Tison.
Disana kami
disambut
dengan baik dan diberi ijin
untuk menempati museum selama kami ada disana. Sebelum istirahat kami pun menikmati malam dengan
obrolan ringan seputar pulau Bungin bersama Bang Tison dan pengurus museum lainnya, mulai dari sejarah
pulau Bungin,
aktifitas masyarakatnya dan
kegiatan anak – anak di pulau terpadat di
dunia ini. “Pulau bungin
ini sebenarnya pulau yang di bangun
diatas tumpukan batu karang mati yang diambil dari laut. Pada tahun 1942, pulau ini awalnya yang hanya
seluas 3 hektar tapi
sekarang luasnya sudah
lebih dari 6 hektar”, ungkap Bang
Tison. Konon
katanya daratan pulau ini bertambah sekitar 30
sampai 60 are setiap tahunnya. Hal ini
terjadi karena saat masyarakat ingin mendirikan bangunan baru mereka harus
menumpuk karang dan pasir lagi pada daerah yang mereka inginkan.
Untuk mendirikan bangunan aja harus buat lahan dulu
ya. Keren. Hahaha
Pulau bungin
yang dikatan unik dikarnakan pola pemukiman penduduk yang nyaris tanpa jarak. Jalan utamanya saja hanya berupa jalan setapak yang terbuat dari beton. Nggak kebayang kalau dulu sebelum di kasih beton
gimana.
Dengan jumlah kepadatan
penduduk yang menembus angka 14.133
jiwa/km persegi pulau ini pun disebut
– sebut sebagai pulau terpadat di
dunia. Salah
satu pengurus museum yaitu Bang Arif berkata, “Masyarakat
pulau Bugin sebagian besar merupakan orang-orang suku
Bajo yang terkenal begitu menyatu
dengan laut.
Mereka ingin tetap
tinggal di pulau Bungin
dan tak ingin diusik kehidupannya,
terlebih kalau mereka diminta untuk meninggalkan
pulau ini sudah pasti ditolak mentah-mentah. Udara
laut yang dihirup setiap harinya sudah
menyatu dengan nafas hidup mereka
dan sekarang pulau Bungin sudah terdapat jalan yang langsung menghubungkan pulau
bungin dengan pulau Sumbawa yang berguna untuk memudahkan akses masyarakat bungin
dengan masyarakat luar”.
Keesokan harinya
yaitu terhitung dari tanggal 1 Februari 2016 sampai tanggal 3 Februari
ekspedisi kami di Pulau terpadat di dunia ini dimulai. Saat pagi tiba kami
seluruh anggota dari Tim Kesebelasan Fokus terjun langsung ke masyarakat untuk
melihat aktivitas keseharian mereka. Banyak sekali hal-hal unik yang kami
temukan di pulau ini, semua bisa dilihat dari hasil dokumentasi kami dibawah
ini ya. Selamat menikmati sajian sederhana dari kami J
PROSES
PEMBUATAN KAPAL(Sukran
Ma’rif) -
Kapal yang berukuran lumayan besar ini milik
pak Burhanuddin dan proses
pembuatannya sudah berjalan kurang lebih 2 setengah
tahun.
MAKANAN SAMPAH (Leo Chandra Eman) - Kalau biasanya kambing ditempat lain makannya rumput
atau daun, di pulau Bungin kambingnya suka makan plastik dari tumpukan sampah. Miris rasanya, tapi memang
begitulah kenyataannya, kambing di pulau ini terbiasa
makan sampah karena sebagian besar
daratan tertutupi masir sehingga daerahnya tidak ditumbuhi rerumputan hijau
MENGISI
KEKOSONGAN (Alfian Akbar Rismansyah - Beginilah
aktivitas anak-anak pulau Bungin selepas pulang sekolah. Mereka berkumpul di
halaman rumah atau lapangan untuk bermain atau sekedar bersenda gurau dengan
teman sebayanya
HALAMANKU BUKAN TANAH
HIJAU (Dwi Ariani) - Sejauh mata memandang, yang terlhat hanyalah sampah. Sampah menjadi
masalah tersendiri di pulau ini, selain karang mati sampahpun ditimbun di
pekarangan rumah. Hal ini timbul karena kurangnya
tempatnya pembuangan sampah dan belum
adanya kesadaran masyarakat pulau bungin akan pentingnya kebersihan lingkungan
sekitar
BENDERA
KESULTANAN. Yang ini foto
bersama dengan keturunan ke – 6 dari Sultan Mayu dan bendera Kesultanan-nya yang warnaya hitam ya, yang ada gambar naga.
Umur bendera tersebut kurang lebih sudah 2 abad lamanya.
SELAMAT TINGGAL
BUNGIN. Sebelum meninggalkan pulau
Bungin kami menyempatkan foto bersama dengan pengurus Museum Nelayan. Terima kasih Bungin. Semoga kami bisa berkunjung lagi
di lain waktu.
GALERI FOTO BUNGIN, SUMBAWA NTB
GALERI FOTO BUNGIN, SUMBAWA NTB
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
BalasHapushanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)