UPACARA MULANG PEKELEM (Tradisi Tahunan Umat Hindu Di Lombok Untuk Keharmonisan Alam Semesta)
Siang itu, Sabtu 27 Oktober 2012 Pukul 15.00 WITA, kami tim dari Fotografi Kampus yaitu Harry, Aan, Ardhi, Il, dan Ivan yang ditemani oleh Mas Birju dan Bang Jay tiba di Dusun Torean Kabupaten Lombok Utara.
Perjalanan kali ini kami bertujuan untuk mendokumentasikan Upacara Mulang Pekelem di Danau Segara Anak, suatu upacara yang dilaksanakan dengan tujuan untuk memohon dan menjaga keharmonisan alam semesta. Pekelem sendiri berarti menenggelamkan sesajen di dalam air, baik itu air laut maupun air danau. Umat Hindu percaya bahwa air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Oleh karena itu, Danau Segara Anak yang merupakan sumber penopang kehidupan manusia di Lombok dianggap sebagai tempat yang sakral untuk melaksanakan Upacara Mulang Pekelem ini.
Pukul 15.30 WITA kamipun memulai perjalanan usai menunaikan ibadah sholat zuhur di masjid setempat. Karakter jalur pendakian melalui Dusun Torean memang agak berbeda dengan dua jalur pendakian yang umum digunakan para pendaki yaitu dari Desa Sembalun dan Desa Senaru. Pendakian melalui Jalur Torean merupakan pendakian melewati lembah dan punggung menuju Danau Segara Anak. Dibandingkan dua jalur lainnya, jalur ini tidak terlalu curam, hanya saja kanan atau kiri trail merupakan jurang sehingga perlu ekstra hati-hati. Keunikan lainnya yang membuat jalur ini berbeda dengan dua jalur lainnya adalah sifat jalannya yang menurun dan mendaki secara bergantian, sehingga tidak monoton. Kami pun menikmati rute ini karena tidak membuat jenuh.
Setibanya di Pancoran, kami harus membuka tenda akibat memulai perjalanan ini terlalu sore. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan Pukul 08.00 WITA dan tiba di Danau Segara Anak Pukul 19.00 WITA.
Cahaya bulan purnama seperti menyambut kami dengan pesonanya. Ibarat lampu sorot yang menyorot kami dari belakang sehingga membentuk bayangan tegas di sekitar jalan setapak dan ilalang yang kami lalui. Sungguh merupakan suasana yang mengagumkan yang tidak akan kami dapatkan di daerah perkotaan.
Sesampainya di Danau Segara Anak, kamipun beristrihat sejenak dan berdiskusi untuk menentukan lokasi di mana kami akan membangun tenda. Menurut para pemuda peserta Upacara Mulang Pekelem yang sempat kami temui, peserta ritual kali ini berjumlah lebih dari lima ratus orang. Kamipun memutuskan untuk membangun tenda agak jauh dari lokasi upacara tersebut.
Malam itu, usai membangun tenda dan menyantap makan malam kamipun memutuskan untuk beristrahat karena kami harus bangun pukul tiga pagi. Upacara Mulang Pekelem tahun ini telah dimulai dari tanggal 24 Oktober 2012, dan kami hanya bisa mendapatkan moment untuk upacara di malam terakhir, yang disebut sebagai upacara puncak, dimana Umat Hindu yang telah berkumpul di Danau Segara Anak.
Sebelum kami tiba di Danau Segara Anak, ada beberapa rangkaian upacara yang dilaksanakan oleh Umat Hindu. Dalam pendakian, segenap umat Hindu pelaksana upacara akan singgah di beberapa tempat yang dianggap suci dan bahkan menginap di titik tertentu sambil melaksanakan sembahyang. Salah satu tempat suci tersebut adalah Poprok atau Tirta Pecampuan; merupakan titik pertemuan tiga sumber mata air, yaitu air dingin dari Danau Segara Anak, air panas dari sumber mata air panas gunung, dan air belerang. Berdasar fakta tersebut, tempat ini dianggap memiliki energi spiritual yang kuat sehingga mereka akan menginap sebelum melanjutkan pendakian keesokan paginya.
Setibanya di tepian Danau Segara Anak, umat Hindu akan membangun semacam pura sementara dan mendirikan penjor untuk kebutuhan upacara. Sesaji upacara ditaruh di sembilan penjuru mata angin. Dalam proses persiapan upacara ini, akan ada beberapa peristiwa kecil nan ganjil yang menyertai. Misalnya, perubahan ekstrim cuaca di sekitar danau yang semula tenang lalu berubah berkabut dan beriak atau kejadian kesurupan di antara peserta upacara. Saat terjadi kesurupan, maka akan mulai digelar Upacara Melaspas dan Nuhur. Upacara Melaspas dimaksudkan untuk menyucikan tempat upacara dari kekuatan jahat yang datang mengganggu. Sementara Nuhur adalah lantunan yang disenandungkan guna mengundang para dewata penunggu Gunung Rinjani agar mengiringi upacara.
Pelaksanaan Mulang Pekelem biasanya akan didahului dengan pelaksanaan Yadnya Bumi Sudha. Upacara Yadnya Bumi Sudha dimulai dengan gelaran tari-tarian untuk para dewata. Upacara ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan jagad alit (dunia manusia) dengan jagad agung. Sayang kami tidak menemukan prosesi penyembelihan sejumlah hewan sebagai bentuk persembahan kepada para Dewa dari sembilan penjuru mata angin. Menurut panitia, hal itu tidak dilakukan karena pertimbangan biaya dan kerepotan membawa hewan seperti sapi, kerbau dan kambing.
Meskipun begitu, moment satu kali setahun yang diadakan setiap purnama di bulan kelima ini, tetap berjalan dengan lancar. Setelah mengecek perlengkapan kamera kami, kami pun berjalan ke lokasi acara yang berjarak sekitar 10 menit dari tenda kami. Sesampainya d sana, kamipun mulai hunting foto mulai dari persiapan peserta Upacara, saat upacara berlangsung, hingga prosesi menenggelamkan benda-benda berharga seperti emas, perak, tembaga, dan uang logam yang sebelumnya dibungkus kain ke Danau Segara Anak. Logam mulia dipahat dalam berbagai bentuk hewan yang mewakili simbol-simbol harapan tertentu. Lempeng emas yang berbentuk udang melambangkan kesuburan; kura-kura melambangkan dunia; ikan adalah simbol kehidupan; dan unggas adalah simbol alam semesta. Tujuannya adalah agar dewata menganugerahkan hujan, kesuburan, dan keseimbangan alam di tanah Suku Sasak.Menariknya, unggas dan ayam yang dibuang ke Danau Segara Anak menjadi rejeki para porter yang mengambilnya untuk kemudian disembelih dan dimasak. Tidak hanya itu, koin-koin yang dibuang di tepian Danau Segara Anak pun tidak luput dari perhatian para porter. Kecuali logam mulia, karena ditenggelamkan cukup jauh di tengah.
Mulang Pekelem di Danau Segara Anak tidak hanya dihadiri oleh umat Hindu Lombok tetapi juga umat Hindu dari Bali, Jawa, bahkan Kalimantan. Upacara tersebut merupakan sebuah refleksi dari konsep Tri Hilta Karana, yakni suatu ritual pengorbanan atau upacara suci agar alam dibersihkan dari kekuatan jahat sehingga manusia dan alam dapat hidup secara harmonis dan saling menjaga. Selain itu, secara umum upacara ini dapat juga berfungsi sebagai wahana menumbuhkan kesadaran dan menanamkan nilai-nilai spiritual dalam rangka menjaga keharmonisan alam.
Akhirnya, Upacara Mulang Pekelem pun selesai. Kamipun bersiap-siap untuk kembali ke tenda, sarapan dan beristirahat. Sungguh menjadi pagi yang menyenagkan dan banyak pengalaman yang kami dapatkan pada hunting foto kali ini.
Salam Fotografi...!!!
Malam itu, usai membangun tenda dan menyantap makan malam kamipun memutuskan untuk beristrahat karena kami harus bangun pukul tiga pagi. Upacara Mulang Pekelem tahun ini telah dimulai dari tanggal 24 Oktober 2012, dan kami hanya bisa mendapatkan moment untuk upacara di malam terakhir, yang disebut sebagai upacara puncak, dimana Umat Hindu yang telah berkumpul di Danau Segara Anak.
Sebelum kami tiba di Danau Segara Anak, ada beberapa rangkaian upacara yang dilaksanakan oleh Umat Hindu. Dalam pendakian, segenap umat Hindu pelaksana upacara akan singgah di beberapa tempat yang dianggap suci dan bahkan menginap di titik tertentu sambil melaksanakan sembahyang. Salah satu tempat suci tersebut adalah Poprok atau Tirta Pecampuan; merupakan titik pertemuan tiga sumber mata air, yaitu air dingin dari Danau Segara Anak, air panas dari sumber mata air panas gunung, dan air belerang. Berdasar fakta tersebut, tempat ini dianggap memiliki energi spiritual yang kuat sehingga mereka akan menginap sebelum melanjutkan pendakian keesokan paginya.
Setibanya di tepian Danau Segara Anak, umat Hindu akan membangun semacam pura sementara dan mendirikan penjor untuk kebutuhan upacara. Sesaji upacara ditaruh di sembilan penjuru mata angin. Dalam proses persiapan upacara ini, akan ada beberapa peristiwa kecil nan ganjil yang menyertai. Misalnya, perubahan ekstrim cuaca di sekitar danau yang semula tenang lalu berubah berkabut dan beriak atau kejadian kesurupan di antara peserta upacara. Saat terjadi kesurupan, maka akan mulai digelar Upacara Melaspas dan Nuhur. Upacara Melaspas dimaksudkan untuk menyucikan tempat upacara dari kekuatan jahat yang datang mengganggu. Sementara Nuhur adalah lantunan yang disenandungkan guna mengundang para dewata penunggu Gunung Rinjani agar mengiringi upacara.
Pelaksanaan Mulang Pekelem biasanya akan didahului dengan pelaksanaan Yadnya Bumi Sudha. Upacara Yadnya Bumi Sudha dimulai dengan gelaran tari-tarian untuk para dewata. Upacara ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan jagad alit (dunia manusia) dengan jagad agung. Sayang kami tidak menemukan prosesi penyembelihan sejumlah hewan sebagai bentuk persembahan kepada para Dewa dari sembilan penjuru mata angin. Menurut panitia, hal itu tidak dilakukan karena pertimbangan biaya dan kerepotan membawa hewan seperti sapi, kerbau dan kambing.
Prosesi Upacara Mulang Pekelem |
Meskipun begitu, moment satu kali setahun yang diadakan setiap purnama di bulan kelima ini, tetap berjalan dengan lancar. Setelah mengecek perlengkapan kamera kami, kami pun berjalan ke lokasi acara yang berjarak sekitar 10 menit dari tenda kami. Sesampainya d sana, kamipun mulai hunting foto mulai dari persiapan peserta Upacara, saat upacara berlangsung, hingga prosesi menenggelamkan benda-benda berharga seperti emas, perak, tembaga, dan uang logam yang sebelumnya dibungkus kain ke Danau Segara Anak. Logam mulia dipahat dalam berbagai bentuk hewan yang mewakili simbol-simbol harapan tertentu. Lempeng emas yang berbentuk udang melambangkan kesuburan; kura-kura melambangkan dunia; ikan adalah simbol kehidupan; dan unggas adalah simbol alam semesta. Tujuannya adalah agar dewata menganugerahkan hujan, kesuburan, dan keseimbangan alam di tanah Suku Sasak.Menariknya, unggas dan ayam yang dibuang ke Danau Segara Anak menjadi rejeki para porter yang mengambilnya untuk kemudian disembelih dan dimasak. Tidak hanya itu, koin-koin yang dibuang di tepian Danau Segara Anak pun tidak luput dari perhatian para porter. Kecuali logam mulia, karena ditenggelamkan cukup jauh di tengah.
Pelepasan Sesajen berupa Ayam, Unggas dan Logam Mulia ke tengah Danau |
Mulang Pekelem di Danau Segara Anak tidak hanya dihadiri oleh umat Hindu Lombok tetapi juga umat Hindu dari Bali, Jawa, bahkan Kalimantan. Upacara tersebut merupakan sebuah refleksi dari konsep Tri Hilta Karana, yakni suatu ritual pengorbanan atau upacara suci agar alam dibersihkan dari kekuatan jahat sehingga manusia dan alam dapat hidup secara harmonis dan saling menjaga. Selain itu, secara umum upacara ini dapat juga berfungsi sebagai wahana menumbuhkan kesadaran dan menanamkan nilai-nilai spiritual dalam rangka menjaga keharmonisan alam.
Para peserta Upaca melempar koin ke arah Danau |
Akhirnya, Upacara Mulang Pekelem pun selesai. Kamipun bersiap-siap untuk kembali ke tenda, sarapan dan beristirahat. Sungguh menjadi pagi yang menyenagkan dan banyak pengalaman yang kami dapatkan pada hunting foto kali ini.
Para Porter yang memungut koin yang dilemparkan ke Danau |
Peserta Upacara Mulang Pekelem dalam perjalanan pulang |
Salam Fotografi...!!!
Salam Fotografi...!!!
BalasHapusMempertegas bagaimana integrasi agama dengan budaya, gali terus potensi nilai kearifan lokal.
BalasHapusthanks agan..
BalasHapus